Selasa, 22 Februari 2011

Bagaimana sikap menjaga kebudayaan indonesia

mematenkannya sbg budaya Indonesia scr sah agar tidak diklaim oleh negara lain.
mengapresiasinya dgn tidak melupakan bahasa daerah
mempelajari dan melestarikan seni2 dan tari daerah masing2
mempelajari budaya daerah masing2
bangga kpd budaya daerah sendiri tp tidak merendahkan budaya daerah lain.
keanekaragaman budaya daerah masing2 mrp budaya di Indonesia jg.

1. Tipe sanguinikus


Faktor Endogen yang Mempengaruhi Perkembangan Manusia


Menurut seorang pemikir yunani kunodan murid Hypocrates (ahli kedokteran) yang bernama Claudius Galenus (129-200) mengadakan tipologi berdasarkan temperamen, yaitu atas dasar cairan-cairan yang terdapat dalam tubuh yaitu ada 4 :
1. Tipe sanguinikus
Orang-orang yang bertipe sanguinikus merupakan orang-orang yang memiliki darah (sangai) banyak dalam tubuhnya. Perasaan dasar (stemming dasar) orang demikian adalah riang dan optimis. Hal-hal yang positif pada mereka antara lain adalah percaya kepada diri sendiri, tidak takut menghadapi masa depan, mudah menyesuaikan diri, gerak dan bicaranya banyak, dan mudah mengambil prakarsa. Sedangakan yang negatifnya, antara lain sifatnya mendatar, perasaanya tidak stabil, kurang konsekuen, hidupnya kurang
teratur, dan reaksinya tidak dipikirkan dalam-dalam

Selasa, 04 Januari 2011

Hubungan timbal balik antara Desa dengan Kota

Hubungan timbal balik antara Desa dengan Kota

Mungkin kita sekarang sudah mulai paham isi dari sinopsis yang menyatakan kalau desa dan kota
itu ada hubungan. Hubungan ini dinamakan dengan interaksi wilayah yaitu wilayah desa dan Kota.
Interaksi wilayah (Spatial Interaction) adalah hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara dua wilayah atau lebih, yang dapat melahirkan gejala, kenampakkan dan permasalahan baru, secara langsung maupun tidak langsung, sebagai contoh antara kota dan desa.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa interaksi antar wilayah memiliki tiga prinsip pokok sebagai berikut :
1.            Hubungan timbal – balik terjadi antara dua wilayah atau lebih
2.            Hubungan timbal balik mengakibatkan proses pengerakan yaitu :
·                     Pergerakan manusia (Mobilitas Penduduk)
·                     Pergerakan informasi atau gagasan, misalnya : informasi IPTEK, kondisi suatu wilayah
·                     Pergerakan materi / benda, misalnya distribusi bahan pangan, pakaian, bahan bangunan dan sebagainya
3.            Hubungan timbal balik menimbulkan gejala, kenampakkan dan permasalahan baru yang bersifat positif dan negatif, sebagai contoh :
·                     kota menjadi sasaran urbanisasi
·                     terjadinya perkawinan antar suku dengan budaya yang berbeda
Faktor Interaksi Desa – Kota
·         Adanya wilayah – wilayah yang saling melengkapi (regional complementarity) artinya, terdapat kebutuhan timbal balik antar wilayah sebagai akibat adanya perbedaan potensi yang dimiliki oleh tiap wilayah.
·         Adanya kesempatan untuk berintervensi (intervening opportunity) artinya, kedua wilayah memiliki kesempatan melakukan hubungan timbal balik serta tidak ada pihak ketiga yang membatasi kesempatan itu. Adanya campur tangan /intervensi pihak ketiga (wilayah ketiga) dapat menjadi penghambat atau melemahkan interaksi antara dua wilayah.

·         Adanya kemudahan transfer/ pemindahan dalam ruang (spacial transfer ability) artinya kemudahan transfer atau pemindahan dalam ruang baik manusia, informasi ataupun barang sangat bergantung dengan faktor jarak, biaya angkasa (transportasi) dan kelancaran prasarana transportasi. Jadi semakin mudah transferbilitas, maka akan semakin besar arus komoditas


Aspek Interaksi Desa – Kota

# Aspek Ekonomi, meliputi :

    * Melancarkan hubungan antara desa dengan kota
    * Meningkatkan volume perdagangan antara desa dengan kota
    * Meningkatkan pendapatan penduduk
    * Menimbulkan kawasan perdagangan
    * Menimbulkan perubahan orientasi ekonomi penduduk desa

# Aspek Sosial, meliputi :

    * Terjadinya mobilitas penduduk desa dan kota
    * Terjadinya saling ketergantungan antara desa dengan kota
    * Meningkatnya wawasan warga desa akibat terjalinnya pengaruh hubungan antara warga desa dengan warga kota

# Aspek Budaya meliputi :

    * meningkatnya pendidikan di desa yang ditandai dengan meningkatnya jumlah sekolah dan siswanya yang bersekolah
    * Terjadinya perubahan tingkah laku masyarakat desa yang mendapatkan pengaruh dari masyarakat kota
    * Potensi sumber budaya yang terdapat di desa hingga melahirkan arus wisatawan masuk desa

Manfaat Interaksi Desa – Kota


   1. meningkatnya hubungan sosial ekonomi antara penduduk desa dan kota
   2. pengetahuan penduduk desa meningkat
   3. dapat menumbuhkan arti pentingnya pendidikan bagi penduduk desa
   4. dapat menumbuhkan heterogenitas mata pencarian penduduk desa
   5. terjadinya peningkatan pendapatan
   6. terpenuhinya berbagai kebutuhan penduduk baik di perkotaan maupun pedesaan

Dampak Interaksi Desa – Kota

Interaksi antara dua wilayah akan melahirkan gejala baru yang meliputi aspek ekonomi, sosial, maupun budaya. Gejala tersebut dapat memberikan dampak bersifat menguntungkan (positif) atau merugikan (negatif ) bagi kedua wilayah. Demikian pula halnya gejala interaksi antara dua desa dan kota

Aspek positif dan negatif dari sistem pelapisan sosial

 

 

Sistem plapisan sosial yang terjadi dalam masyarakat sangatlah mungkin terjadi, karena adanya tingkatan kesenjangan-kesenjangan yang didasari dari beberapa hal misalnya dari segi Ekonomi, ini akan menimbulkan stratifikasi sosial yang sangat mencolok. Masyarakat dan lingkungan sosialnya menjadi element yang tak dapat terpisahkan sehingga akan menimbulkan efek-efek tertentu sesuai dengan pola fikir dan lingkungan masyarakt sosial itu sendiri.

Beberapa aspek yang akan timbul akan menimbulkan kesenjangan sosial dan diskriminasi, aspek negative ini bisa saja terjadi pada daerah-daerah pedesaan, pasalnya pedesaan yang umumnya petani akan senantiasa lebih dikuasai oleh tengkulak-tengkulak yang memainkan harga pasar yang cenderung seringkali merugikan para petani, contohnya para petani daun bakau untuk pembuatan rokok, harga bakau harus ditentukan oleh tengkulak yang sudah bekerja sama dengan produsen rokok yang telah memilik nama. Tingkatan ekonomi lah yang membuat stratifikasi sosial ini muncul, belum lagi karena jabatan dan tingkat pendidikan.
Aspek lain dari pelapisan sosial ini bisa saja menjadi hal yang menguntugkan bagi sebagian orang, aspek positif ini dapat kita jumpai di berbagai tempat contohnya jika kita seorang pejabat pemerintah kita mungkin akan sedikit lebih mudah dalam urusan birokrasi, karena adanya bantuan orang dalam yang memiliki jabatan. Plapisan sosial di pedesaan mungkin akan menimbulkan hal baik bagi para pencari modal apabila seseorang yang memilik tingkat ekonomi menengah ke atas berpendidikan tinggi juga mempunyai jabatan dapat bekerja sama dengan masyarakat ke bawah untuk saling membantu dengan mendirikan koperasi kecil-kecilan dengan modal yang sudah di danai oleh orang yang mempunyai pengaruh kuat di daerah itu.
Plapisan sosial pastilah terjadi dimanapun kita berada, namun tergantung dari bagaimana kita menyikapi dan menjaganya agar tidak adanya  kecemburuan, kesenjangan, dan diskriminasi sosial pada masyarakat dalam tingkatan apapun, entah menengah ke atas atau ke bawah, semua manusia dengan derajat yang sama, yang membedakan tinggi rendah hanyalah akhlak yang mulia. Jika kita beruntung menjadi seorang yang tinggi di mata sosial, maka jangan menyalahgunakan kedudukan tinggi tersebut, dan jika kita berada dalam tingkatan rendah, maka berusahalah agar hidup kita menjadi bermakna bagi orang lain meski kita hanya orang biasa yang selalu tertindas.

Minggu, 10 Oktober 2010

AKULTURASI BUDAYA HINDU-BUDHA-ISLAM di INDONESIA

PERKEMBANGAN TRADISI HINDU-BUDHA DI INDONESIA


Fakta tentang Proses Interaksi Masyarakat
Indonesia sebagai daerah yang dilalui jalur perdagangan memungkinkan bagi para pedagang India untuk sungguh tinggal di kota pelabuhan-pelabuhan di Indonesia guna menunggu musim yang baik. Mereka pun melakukan interaksi dengan penduduk setempat di luar hubungan dagang. Masuknya pengaruh budaya dan agama Hindu-Budha di Indonesia dapat dibedakan atas 3 periode sebagai berikut.
1.     Periode Awal (Abad V-XI M)
Pada periode ini, unsur Hindu-Budha lebih kuat dan lebih terasa serta menonjol sedang unsur/ ciri-ciri kebudayaan Indonesia terdesak. Terlihat dengan banyak ditemukannya patung-patung dewa Brahma, Wisnu, Siwa, dan Budha di kerajaan-kerajaan seperti Kutai, Tarumanegara dan Mataram Kuno.
2.     Periode Tengah (Abad XI-XVI M)
Pada periode ini unsur Hindu-Budha dan Indonesia berimbang. Hal tersebut disebabkan karena unsur Hindu-Budha melemah sedangkan unsur Indonesia kembali menonjol sehingga keberadaan ini menyebabkan munculnya sinkretisme (perpaduan dua atau lebih aliran). Hal ini terlihat pada peninggalan zaman kerajaaan Jawa Timur seperti Singasari, Kediri, dan Majapahit. Di Jawa Timur lahir aliran Tantrayana yaitu suatu aliran religi yang merupakan sinkretisme antara kepercayaan Indonesia asli dengan agama Hindu-Budha.
Raja bukan sekedar pemimpin tetapi merupakan keturunan para dewa. Candi bukan hanya rumah dewa tetapi juga makam leluhur.
3.     Periode Akhir (Abad XVI-sekarang)
Pada periode ini, unsur Indonesia lebih kuat dibandingkan dengan periode sebelumnya, sedangkan unsur Hindu-Budha semakin surut karena perkembangan politik ekonomi di India. Di Bali kita dapat melihat bahwa Candi yang menjadi pura tidak hanya untuk memuja dewa. Roh nenek moyang dalam bentuk Meru Sang Hyang Widhi Wasa dalam agama Hindu sebagai manifestasi Ketuhanan Yang Maha Esa. Upacara Ngaben sebagai objek pariwisata dan sastra lebih banyak yang berasal dari Bali bukan lagi dari India.

AKULTURASI
Masuknya budaya Hindu-Budha di Indonesia menyebabkan munculnya Akulturasi. Akulturasi merupakan perpaduan 2 budaya dimana kedua unsur kebudayaan bertemu dapat hidup berdampingan dan saling mengisi serta tidak menghilangkan unsur-unsur asli dari kedua kebudayaan tersebut. Kebudayaan Hindu-Budha yang masuk di Indonesia tidak diterima begitu saja melainkan melalui proses pengolahan dan penyesuaian dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia tanpa menghilangkan unsur-unsur asli. Hal ini disebabkan karena:
1.      Masyarakat Indonesia telah memiliki dasar-dasar kebudayaan yang cukup tinggi sehingga masuknya kebudayaan asing ke Indonesia menambah perbendaharaan kebudayaan Indonesia.
2.      Kecakapan istimewa yang dimiliki bangsa Indonesia atau local genius merupakan kecakapan suatu bangsa untuk menerima unsur-unsur kebudayaan asing dan mengolah unsur-unsur tersebut sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Pengaruh kebudayaan Hindu hanya bersifat melengkapi kebudayaan yang telah ada di Indonesia. Perpaduan budaya Hindu-Budha melahirkan akulturasi yang masih terpelihara sampai sekarang. Akulturasi tersebut merupakan hasil dari proses pengolahan kebudayaan asing sesuai dengan kebudayaan Indonesia. Hasil akulturasi tersebut tampak pada.
1.     Bidang Sosial
Setelah masuknya agama Hindu terjadi perubahan dalam tatanan sosial masyarakat Indonesia. Hal ini tampak dengan dikenalnya pembagian masyarakat atas kasta.
2.     Ekonomi
Dalam ekonomi tidak begitu besar pengaruhnya pada masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan karena masyarakat telah mengenal pelayaran dan perdagangan jauh sebelum masuknya pengaruh Hindu-Budha di Indonesia.
3.     Sistem Pemerintahan
Sebelum masuknya Hindu-Budha di Indonesia dikenal sistem pemerintahan oleh kepala suku yang dipilih karena memiliki kelebihan tertentu jika dibandingkan anggota kelompok lainnya. Ketika pengaruh Hindu-Budha masuk maka berdiri Kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja yang berkuasa secara turun-temurun. Raja dianggap sebagai keturuanan dari dewa yang memiliki kekuatan, dihormati, dan dipuja. Sehingga memperkuat kedudukannya untuk memerintah wilayah kerajaan secara turun temurun. Serta meninggalkan sistem pemerintahan kepala suku.
4.     Bidang Pendidikan
Masuknya Hindu-Budha juga mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia dalam bidang pendidikan. Sebab sebelumnya masyarakat Indonesia belum mengenal tulisan. Namun dengan masuknya Hindu-Budha, sebagian masyarakat Indonesia mulai mengenal budaya baca dan tulis.
Bukti pengaruh dalam pendidikan di Indonesia yaitu :
ü      Dengan digunakannya bahasa Sansekerta dan Huruf Pallawa dalam kehidupan sebagian masyarakat Indonesia. Bahasa tersebut terutama digunakan di kalangan pendeta dan bangsawan kerajaan. Telah mulai digunakan bahasa Kawi, bahasa Jawa Kuno, dan bahasa Bali Kuno yang merupakan turunan dari bahasa Sansekerta.
ü      Telah dikenal juga sistem pendidikan berasrama (ashram) dan didirikan sekolah-sekolah khusus untuk mempelajari agama Hindu-Budha. Sistem pendidikan tersebut kemudian diadaptasi dan dikembangkan sebagai sistem pendidikan yang banyak diterapkan di berbagai kerajaan di Indonesia.
ü      Bukti lain tampak dengan lahirnya banyak karya sastra bermutu tinggi yang merupakan interpretasi kisah-kisah dalam budaya Hindu-Budha. Contoh :
·  Empu Sedah dan Panuluh dengan karyanya Bharatayudha
·  Empu Kanwa dengan karyanya Arjuna Wiwaha
·  Empu Dharmaja dengan karyanya Smaradhana
·  Empu Prapanca dengan karyanya Negarakertagama
·  Empu Tantular dengan karyanya Sutasoma.
ü      Pengaruh Hindu Budha nampak pula pada berkembangnya ajaran budi pekerti berlandaskan ajaran agama Hindu-Budha. Pendidikan tersebut menekankan kasih sayang, kedamaian dan sikap saling menghargai sesama manusia mulai dikenal dan diamalkan oleh sebagian masyarakat Indonesia saat ini.
Para pendeta awalnya datang ke Indonesia untuk memberikan pendidikan dan pengajaran mengenai agama Hindu kepada rakyat Indonesia. Mereka datang karena berawal dari hubungan dagang. Para pendeta tersebut kemudian mendirikan tempat-tempat pendidikan yang dikenal dengan pasraman. Di tempat inilah rakyat mendapat pengajaran. Karena pendidikan tersebut maka muncul tokoh-tokoh masyarakat Hindu yang memiliki pengetahuan lebih dan menghasilkan berbagai karya sastra.
Rakyat Indonesia yang telah memperoleh pendidikan tersebut kemudian menyebarkan pada yang lainnya. Sebagian dari mereka ada yang pergi ke tempat asal agama tersebut. Untuk menambah ilmu pengetahuan dan melakukan ziarah. Sekembalinya dari sana mereka menyebarkan agama menggunakan bahasa sendiri sehingga dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat asal.
Agama Budha tampak bahwa pada masa dulu telah terdapat guru besar agama Budha, seperti di Sriwijaya ada Dharmakirti, Sakyakirti, Dharmapala. Bahkan raja Balaputra dewa mendirikan asrama khusus untuk pendidikan para pelajar sebelum menuntut ilmu di Benggala (India)
5.     Kepercayaan
Sebelum masuk pengaruh Hindu-Budha ke Indonesia, bangsa Indonesia mengenal dan memiliki kepercayaan yaitu pemujaan terhadap roh nenek moyang (animisme dan dinamisme). Masuknya agama Hindu-Budha mendorong masyarakat Indonesia mulai menganut agama Hindu-Budha walaupun tidak meninggalkan kepercayaan asli seperti pemujaan terhadap arwah nenek moyang dan dewa-dewa alam. Telah terjadi semacam sinkritisme yaitu penyatuaan paham-paham lama seperti animisme, dinamisme, totemisme dalam keagamaan Hindu-Budha.
Contoh :
Di Jawa Timur berkembang aliran Tantrayana seperti yang dilakukan Kertanegara dari Singasari yang merupakan penjelmaaan Siwa. Kepercayaan terhadap roh leluhur masih terwujud dalam upacara kematian dengan mengandakan kenduri 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1 tahun, 2 tahun dan 1000 hari, serta masih banyak hal-hal yang dilakukan oleh masyarakat Jawa.
6.     Seni dan Budaya
Pengaruh kesenian India terhadap kesenian Indonesia terlihat jelas pada bidang-bidang dibawah ini:
Seni Bangunan
Seni bangunan tampak pada bangunan candi sebagai wujud percampuran antara seni asli bangsa Indonesia dengan seni Hindu-Budha. Candi merupakan bentuk perwujudan akulturasi budaya bangsa Indonesia dengan India. Candi merupakan hasil bangunan zaman megalitikum yaitu bangunan punden berundak-undak yang mendapat pengaruh Hindu Budha. Contohnya candi Borobudur. Pada candi disertai pula berbagai macam benda yang ikut dikubur yang disebut bekal kubur sehingga candi juga berfungsi sebagai makam bukan semata-mata sebagai rumah dewa. Sedangkan candi Budha, hanya jadi tempat pemujaan dewa tidak terdapat peti pripih dan abu jenazah ditanam di sekitar candi dalam bangunan stupa.
Seni Rupa
Seni rupa tampak berupa patung dan relief.
Patung dapat kita lihat pada penemuan patung Budha berlanggam Gandara di Bangun Kutai. Serta patung Budha berlanggam Amarawati di Sikending (Sulawesi Selatan). Selain patung terdapat pula relief-relief pada dinding candi seperti pada Candi Borobudur ditemukan relief cerita sang Budha serta suasana alam Indonesia.

Akulturasi

A. Latar Belakang Masalah
Kekuatan pembaharuan yang selama ini menjadi momok masyarakat tetapi tidak mungkin dihindari ialah sentuhan budaya (kultural encounters). Definisi kebudayaan/budaya adalah “keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar”. Pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang komunikasi, telah memperlancar mobilitas penduduk serta komunikasi yang mendorong peningkatan intensitas kontak-kontak budaya, secara langsung maupun tidak langsung. Asumsi dasarnya adalah komunikasi merupakan proses budaya. Artinya, komunikasi yang ditujukan pada orang atau kelompok lain tak lain adalah sebuah pertukaran kebudayaan /percampuran/akulturasi.
1.Adapun judul penelitian diatas mengangkat masalah-masalah perilaku komunikasi dengan interaksi tentang percampuran/akulturasi kebudayaan pada masyarakat pendatang/kaum urban terhadap masyarakat setempat di kelurahan X kecamatan X. Sebuah percampuran atau akulturasi kebudayaan tersebut sering kali membawa dampak yang positif maupun negatif yang dapat mempengaruhi aktivitas keseharian masyarakat setempat.
Dengan demikian masyarakat pendatang tersebut juga bisa dikatakan sebagai masyarakat urban, dalam artian mereka datang dari daerah tempat tinggal masing-masing menuju daerah yang mempunyai daya tarik ekonomi. Dalam hal ini kelurahan X kecamatan X. Masyarakat urban, kebanyakan tinggal di tempat tinggal yang dikontrakan. Namun tidak sedikit juga dari masyarakat urban yang tersebut sudah mampu membeli tanah, membangun rumah dan secara administratif mereka sudah terdaftar menjadi bagian dari masyarakat kelurahan X kecamatan X. Dengan demikian proses komunikasi antara masyarakat urban dengan masyarakat setempat biasa terjadi. Komunikasi yang terjadi antara masyarakat urban dengan masyarakat setempat merupakan komunikasi antar budaya. Oleh karena antara komunikator dan komunikan berasal dari kebudayaan yang berbeda.
Fenomena yang sering muncul, yang terkait dengan komunikasi antar budaya adalah sebuah aktifitas komunikasi yang terjadi antara masyarakat urban dengan masyarakat setempat dalam kehidupan kesehariannya. Seperti ketika ada suatu acara perkumpulan (acara tahlil, rapat RT dan lain-lain), dalam acara itu tentu terjadi aktifitas komunikasi. Ketika dalam acara tersebut akan menentukan suatu kebijakan mengenai rencana untuk hari peringatan kemerdekaan tujuh belas Agustus, suara dari masyarakat urban ini kurang mendapat perhatian dari masyarakat setempat. Bahkan tidak jarang muncul ungkapan yang menyudutkan keberadaan dari masyarakat urban. Ungkapan-ungkapan yang menyudutkan itu misalnya, hala atase pendatang ae, setuju ae (orang cuma pendatang saja, setuju saja).
Dalam kehidupan masyarakat, manusia tidak bisa melepaskan diri dari aktifitas komunikasi. Apalagi masyarakat tersebut bertempat tinggal bersama dan mendiami suatu daerah tempat tinggal. Dalam kaitan komunikasi antar budaya, komunikasi antara masyarakat urban dengan masyarakat setempat sudah tampak jelas memperlihatkan bahwa komunikasi yang terjadi melibatkan dua unsur budaya yang berbeda. Masyarakat urban dengan latar belakang budaya dari daerah tempat asalnya dan masyarakat setempat de ngan latar belakang budaya daerah setempat. Kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan kebiasaan, nilai, pemaknaan, penggambaran (image), struktur aturan, pemrosesan informasi, dan pengalihan konvensi, pikiran, perbuatan, dan perkataan yang dibagikan diantara para anggota suatu sistem sosial dan kelompok sosial dalam suatu masyarakat. Komunikasi yang terjadi dengan latar belakang budaya yang berbeda, tak jarang hal ini menimbulkan kesalahpahaman dalam proses komunikasinya. Demikian juga dengan komunikasi yang terjadi antara masyarakat urban dan masyarakat setempat di kelurahan X kecamatan X. Sebagai masyarakat setempat mereka merasa lebih berhak atas apa saja mengenai daerahnya, dan sebagai masyarakat urban, tak jarang mereka dia nggap “sebelah mata” oleh masyarakat setempat.
Penelitian ini memilih judul komunikasi sebagai proses akulturasi budaya kaum urban di kecamatan X (studi pada masyarakat kelurahan
X kecamatan X), dengan alasan bahwa penelitia n ini ingin mengungkap bagaimana komunikasi antara masyarakat urban dengan masyarakat setempat. Selain itu, pemilihan judul ini juga ingin menjelaskan sampai sejauh mana pengaruh yang diberikan dengan adanya akulturasi budaya oleh masyarakat urban terhadap masyarakat setempat.
Judul komunikasi sebagai proses akulturasi budaya kaum urban di kecamatan X (studi pada masyarakat kelurahan X kecamatan X) ini terinspirasi dari sering nampaknya fenomena-fenomena atau kejadian-kejadia n yang sering muncul dalam kehidupan bermasyarakat antara masyarakat urban dengan masyarakat setempat. Dalam kehidupan bersama yang menghuni suatu wilayah dalam hal ini kelurahan X, antara urban dengan masyarakat setempat terkadang muncul ketidak selarasan, kesalahpahaman, atau ketidakkompakan. Dalam kehidupan, hal ini adalah sesuatu yang wajar, dan biasa terjadi dalam kehidupan. Perbedaanperbedaan yang lahir dari kehidupan bersama tak bisa dihindarkan, karena hal itu merupakan suatu anugerah dari sang pencipta kehidupan. Yang terpenting bagi peneliti adalah bagaimana cara peneliti mengelolah berbagai masalahmasalah itu bisa menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan.
Sebuah percampuran yang terjadi pada dua kebudayaan yang berbeda seperti yang terjadi pada masyarakat kelurahan X merupakan sebuah permasalahan yang dapat menciptakan adanya perubahan kebudayaan yang sudah ada turun temurun semenjak dahulu tercampur oleh kebudayaan yang dibawa oleh para kaum urban yang menetap disana.
Intensitas interaksi keseharian begitu rapat sehingga menunjang terjadinya percampuran kebudayaan yang tidak dapat terbendung lagi.
Bagi peneliti sebuah komunikasi dalam proses akulturasi budaya sangatlah menjadi perhatian yang penting. Karena dis ana terdapat berbagai ragam interaksi yang terjadi dan memungkinkan dapat terciptanya sebuah integrasi nasional.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana perilaku komunikasi kaum urban dalam proses akulturasi budaya di Kelurahan X Kecamatan X ?
2. Sejauh mana proses akulturasi budaya kaum Urban di Kelurahan X Kecamatan X dalam berkomunikasi dengan masyarakat setempat?

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui dan menjelaskan bagaimana proses akulturasi budaya kaum urban di Kelurahan X Kecamatan X ?
2. Mengetahui sejauh mana proses akulturasi budaya kaum urban di Kelurahan X Kecamatan X dengan budaya setempat ?

D. Manfaat Penelitian
1. Dengan hasil penelitian ini diharapkan komunikasi dalam proses akulturasi budaya yang terjadi di masyarakat kita dapat terjalin baik tanpa adanya konflik-konflik sosial budaya yang dapat menjadi cikal bakal munculnya disintegrasi budaya.
2. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat sebagai motivasi agar masyarakat tetap mencintai dan melestarikan budaya-budaya yang menjadi identitas bangsa.

E. Definisi Konsep
1. Komunikasi
Komunikasi dalam bahasa inggris adalah communication berasal dari kata latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti Sama. Sama disini maksudnya adalah Sama Makna. Komunikasi tidak lain merupakan sebuah interaksi. Kesepakatan atau kesepahaman dibangun melalui sesuatu yang berusaha bisa dipahami bersama sehingga interaksi berjalan dengan baik. Secara ideal, tujuan komunikasi bisa menghasilkan kesepakatan-kesepakatan bersama terhadap ide atau pesan yang disampaikan.
Ada dua jenis komunikasi, yaitu verbal dan non verbal, komunikasi verbal meliputi kata-kata yang diucapkan atau tertulis, sedangkan komunikasi non verbal meliputi bahasa tubuh. Menurut Wilbur Schramm, seorang ahli komunikasi kenamaan menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference), yakni paduan pengalaman dan pengertian (collection of experience and meanings) yang pernah diperoleh komunikan.
2 Keterkaitan komunikasi disini adalah interaksi yang terlibat dalam proses percampuran kebudayaan kaum urban dengan masyarakat setempat atau masyarakat X.
2. Akulturasi Budaya
Akulturasi adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsurunsur dari suatu kebudayaan asing, sehingga unsur -unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu.
Misalnya, masyarakat pendatang berkomunikasi dengan masyarakat setempat dalam acara syukuran, secara tidak langsung masyarakat pendatang berkomunikasi berdasarkan kebudayaan tertentu milik mereka untuk menjalin kerja sama atau mempengaruhi kebudayaan setempat tanpa menghilangkan kebudayaan setempat.
3. Urbanisasi dan Masyarakat Urban
Masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup bersama dalam suatu periode waktu tertentu, mendiami suatu daerah dan pada akhirnya mulai mengatur diri mereka sendiri menjadi suatu unit sosial yang berbeda dari kelompok-kelompok yang lain. Setiap anggota-anggota masyarakat menganut suatu kebudayaan, kebudayaan dan masyarakat tidak mungkin hidup terpisah satu sama lain. Di dalam sekelompok masyarakat akan terdapat suatu kebudayaan.
Urbanisasi terjadi apabila sejumlah besar orang meninggalkan daerah-daerah pertanian (desa) dan bertempat tinggal di perkotaan. Proses Urbanisasi ini dimulai karena adanya keinginan untuk mencari pekerjaan dan mendirikan rumah-rumah di kota-kota.
3 Menurut peneliti dari intensitas aktivitas keseharian tersebut percampuran sering kali tercipta dan memungkinkan dapat terciptanya kebudayaan baru hasil dari percampuran kebudayaan kaum urban dengan kebudayaan setempat. Dalam konteks itulah proses urbanisasi yang meniscayakan pertukaran budaya (cultural share), persilangan, dan persenyawaan budaya selalu menarik untuk dilihat terkait dengan bergesernya modus individu dan masyarakat yang ingar-bingar tampil dalam kota-kota besar sebagai hasil dari proyeksi modernitas.
4Masyarakat urban adalah sekelompok masyarakat yang meninggalkan daerah asalnya dan mendiami suatu daerah baru yang lebih modern dan pada akhirnya mulai mengatur diri mereka sendiri menjadi suatu unit sosial yang berbeda dari kelompok-kelompok yang lain.

Senin, 27 September 2010

Spontaneous Human Combustion (Manusia Terbakar Tiba-Tiba)

Spontaneous Human Combustion (SHC) atau pembakaran spontan manusia adalah fenomena ketika seorang manusia terbakar menjadi abu tanpa sebab yang diketahui secara pasti. Peristiwa Ini dianggap sebagai salah satu misteri terbesar yang masih belum terjawab, bahkan setelah 350 tahun sejak kasus pertama dilaporkan.
Sejarah Spontaneous Human Combustion
Fenomena SHC pertama kali diketahui secara luas oleh publik dari seorang ahli anatomi Denmark bernama Thomas Bartholin. Pada tahun 1663, ia menceritakan bagaimana seorang wanita di Paris ditemukan telah menjadi abu dan asap di atas tempat tidurnya. Anehnya, matras jerami tempat ia berbaring sama sekali tidak gosong.
Pada tahun 1673, fenomena ini mulai mendapat perhatian cukup besar ketika seorang Perancis bernama Jonas Dupont mempublikasikan kasus-kasus SHC yang berhasil dikumpulkannya dalam sebuah buku yang berjudul “De Incendiis Corporis Humani Spontaneis“.
Sejak cerita Thomas Bartholin pertama kali terdengar hingga kini, paling tidak terdapat 200 laporan mengenai peristiwa misterius ini.
Pola Korban Spontaneous Human Combustion
Dari 200 laporan yang masuk, terdapat pola yang hampir sama ditemukan pada semua tubuh korban atau lokasi kejadian.
Tubuh korban umumnya telah terbakar habis dan hampir seluruhnya menjadi abu. Ini menunjukkan api yang membakar lebih panas dibanding api biasa. Biasanya yang tersisa dari korban hanyalah potongan tangan atau kaki. Pada sebagian kasus, perut korban masih tersisa sedikit, sedangkan tulang sepenuhnya menjadi abu.
Dalam peristiwa ini, benda-benda di sekitar korban tidak pernah terbakar. Dalam beberapa kasus, bahkan seprai tempat korban tidur tidak terbakar sama sekali.
Di lokasi kejadian, umumnya juga ditemukan substansi seperti lemak menyelimuti langit-langit dan dinding. Biasanya lapisan lemak ini mencapai hingga satu meter di atas lantai. Objek-objek yang berada dalam area satu meter ini menunjukkan tanda-tanda kerusakan akibat panas, seperti cermin yang retak atau lilin yang meleleh.
Umumnya peristiwa ini terjadi ketika korban sedang berada di dalam rumahnya sendiri dan petugas koroner yang tiba di lokasi biasanya mencium bau asap dan bau manis di ruangan tempat insiden tersebut terjadi.
Korban-korban ternama
Dari 200 laporan yang masuk dalam jangka waktu 350 tahun, inilah beberapa korban yang paling sering disinggung dalam tulisan-tulisan mengenai SHC.
Pada 9 April 1744, Grace Pett yang berumur 60 tahun yang tinggal di Ipswich, Inggris, ditemukan oleh putrinya dalam kondisi seperti “sepotong kayu yang termakan habis oleh api tanpa terlihat adanya lidah api di tubuhnya.” Pakaian yang tergantung di dekat mayat korban sama sekali tidak terlihat tanda-tanda hangus.
Pada tahun 1951, seorang janda berusia 67 tahun bernama Mary Reeser sedang berada di rumahnya di Florida. Pada saat itu seorang tetangganya yang hendak berkunjung merasakan pintu depan rumah Mary menjadi panas. Ketika ia dan beberapa tetangga lain menerobos masuk, mereka menemukan Mary sedang duduk di kursi dalam kondisi mengenaskan. Kepala dan tubuhnya telah terbakar habis dan hanya menyisakan sedikit tulang belakang dan kaki kirinya.
Pada 18 Mei 1957, Anna Martin, 68 tahun, yang berasal dari Pennsylvania ditemukan telah menjadi abu dengan hanya menyisakan sedikit bagian perut dan sepasang sepatu. Para petugas medis memperkirakan Anna Martin terbakar oleh api dengan suhu hingga 2.000 derajat fahrenheit, setara dengan suhu api yang digunakan dalam proses kremasi.
Pada 5 Desember 1966, seorang kakek berusia 92 tahun bernama Dr. J Irving Bentley juga dari Pennsylvania ditemukan telah tewas terbakar. Tubuh Dr Bentley habis terbakar di kamar mandinya dengan hanya menyisakan satu potong kakinya.
Saksi Peristiwa
Bayangkan, betapa mengerikannya ketika kita melihat seseorang yang kita kenal terbakar di depan mata kita. Ini pula yang terjadi pada beberapa peristiwa SHC di masa lalu.
Pada tahun 1938, seorang wanita berusia 22 tahun bernama Phyllis Newcombe baru saja selesai berdansa dan bersiap meninggalkan Shire Hall di Chelmsford, Inggris. Sementara ia berjalan menuruni tangga, tiba-tiba ia melihat pakaiannya terbakar tanpa sebab. Ia segera berlari masuk ke ballroom sambil berteriak meminta tolong. Sesaat kemudian ia jatuh tidak sadarkan diri. Beberapa orang yang panik segera bahu membahu memadamkan api yang menjilati Ms Newcombe. Namun sayang, nyawanya tidak tertolong lagi. Petugas koroner yang menyelidiki kasus ini tidak menemukan indikasi adanya rokok atau sumber api lain yang dapat memicu timbulnya api.
Pada tahun 1982, seorang wanita cacat bernama Jean Lucille Saffin sedang duduk dengan ayahnya yang berusia 82 tahun di Edmonton, London. Menurut cerita ayahnya, tiba-tiba lidah api muncul begitu saja dan menjilat tubuh anaknya. Ia melihat tubuh bagian atas Jean mulai terbakar. Ia dan menantunya berhasil memadamkan api, namun nyawa Jean tidak tertolong.
Lain lagi kisah yang satu ini. Pada September 1985, seorang perempuan muda bernama Debbie Clark sedang berjalan kaki pulang ke rumahnya ketika tiba-tiba ia melihat lidah api berwarna biru yang sesekali terlihat muncul di tubuhnya. Debbie yang tidak menyadari situasi berbahaya ini segera memberitahu ibunya yang panik yang segera memadamkannya dengan air.
Hal yang serupa juga pernah terjadi pada tahun 1980 ketika Susan Motteshead yang sedang berada di dapurnya melihat dirinya tiba-tiba diselubungi oleh api. Namun api tersebut tiba-tiba lenyap sebelum sempat membakar tubuhnya lebih lanjut.
Anehnya, menurut para saksi yang selamat, mereka tidak merasakan adanya rasa panas atau sakit. Kesaksian ini menambah kadar misteri fenomena ini. Apakah ini berarti para korban tewas tanpa merasakan rasa sakit ?
Teori-teori
Ada banyak teori yang berusaha menjelaskan penyebab peristiwa aneh ini. Teori-teori ini pada awalnya diajukan dengan melihat pola yang ada pada para korban.
Memang, dari 200 laporan SHC yang masuk, tidak semua, tapi pada umumnya korban SHC memiliki beberapa kesamaan :
  1. Mereka umumnya adalah para manula.
  2. Memiliki cacat atau keterbatasan gerak tubuh. Wanita yang ditemukan di Brevard County, Florida, yang saya ceritakan di paragraf pertama juga memiliki kesulitan gerak walaupun ia bisa berjalan.
  3. Perokok dan peminum
  4. Orang-orang yang kesepian atau hidup sendiri untuk waktu yang lama.
Jadi dengan melihat pola-pola ini, beberapa peneliti mencoba untuk memberikan penjelasan ilmiah mengenai penyebab fenomena ini.
Teori-teori tersebut adalah :
Alkohol
Kebanyakan korban SHC adalah alkoholik. Ada beberapa klaim yang mengatakan bahwa seorang peminum alkohol dapat mencapai level dimana alkohol di dalam darahnya dapat membuatnya terbakar. Namun teori ini dianggap tidak berdasar karena ethanol hanya dapat terbakar apabila konsentrasinya lebih besar dari 23%.
Teori ini menjadi tidak masuk akal karena jika manusia memiliki konsentrasi 1% saja di dalam darahnya, maka bisa dipastikan orang itu akan mengalami kematian.
Wick Effect atau efek sumbu
Teori ini menyebutkan bahwa tubuh manusia ketika tersentuh dengan api rokok dapat menyebabkan timbulnya api yang membakar tubuh. Menurut para peneliti juga, lemak di dalam tubuh manusia berfungsi sebagai substansi pembakar. Sedangkan pakaian atau rambut korban berfungsi sebagai sumbu. Sementara lemak tubuh mencair karena panas, ia membasahi pakaian dan membuat “sumbu” terbakar secara perlahan-lahan. Ini sebabnya mengapa tubuh mereka terbakar sedangkan benda-benda sekitarnya tidak.
Ketika teori ini diajukan, orang-orang bertanya, bagaimana menjelaskan potongan kaki atau tangan yang tersisa dari tubuh korban ? Jawabannya adalah level temperatur pada tubuh korban, Masih menurut para peneliti, ketika dalam posisi duduk, tubuh bagian atas korban menjadi lebih panas dibanding kakinya. Analoginya adalah seperti ketika kita menyalakan korek api. Api akan membakar kepala dan perlahan-lahan turun ke bawah. Tapi biasanya api akan mati sebelum membakar habis seluruh batang korek sehingga menyisakan sedikit batang korek bagian bawah.
Teori ini cukup masuk akal, namun permasalahannya adalah kapan tubuh manusia dapat menciptakan wick effect ini ?
Pertanyaan ini tidak dapat dijawab hingga hari ini.
Listrik Statis
Teori lain mengatakan bahwa mungkin jenis pakaian korban telah memicu timbulnya listrik statis. Seseorang yang berjalan di atas karpet dapat menciptakan aliran listrik dan voltase yang cukup untuk menciptakan percikan-percikan api.
Namun teori ini juga dibantah, karena walaupun voltase listrik yang dihasilkan cukup tinggi, energi yang tersimpan sangat rendah, biasanya kurang dari 1 joule. Ini tidak cukup untuk menciptakan api.
Psikosomatik
Sebagian korban yang ditemukan meninggal adalah mereka yang hidup sendiri atau kesepian. Jadi menurut sebagian peneliti, proses psikosomatik yang terjadi mungkin telah menimbulkan reaksi berantai dengan memproses nitrogen di dalam tubuh mereka dan menimbulkan reaksi berantai ledakan mitokondria. Teori ini juga dianggap terlalu mengada-ngada.
Gas dan listrik di dalam tubuh manusia
Dari antara semua teori yang diajukan, mungkin ini adalah teori yang paling masuk akal. Kita tahu bahwa tubuh manusia mengandung listrik dan di dalam tubuh manusia juga terdapat gas yang dapat menyalakan api. Contohnya adalah gas metana di dalam usus. Teori ini mengatakan SHC dapat terjadi ketika gas metan ini bercampur dengan listrik di dalam tubuh.
Sekali lagi, teori yang masuk akal. Namun pertanyaannya adalah, kapan listrik dan metan di dalam tubuh dapat menciptakan api. Pertanyaan ini lagi-lagi belum terjawab.
Hangus karena tertidur
Dan sekarang, inilah teori yang paling sederhana. Menurut sebagian orang, penyebab terbakarnya tubuh korban dapat disimpulkan dari ciri-ciri korban seperti yang sudah saya singgung di atas. Para korban yang ditemukan umumnya sedang merokok atau mabuk dan sendirian. Korban juga pada umumnya berusia lanjut atau memiliki kendala pada tubuh seperti cacat.
Jadi ketika mereka tertidur, rokok yang dipegang oleh mereka jatuh, membakar karpet dan akhirnya menjalar ke tubuhnya. Karena mereka memiliki kendala gerak pada tubuhnya, maka mereka tidak mampu menyelematkan diri hingga tewas di tempat. Sederhana sekali kan ?
Tapi teori ini dianggap mengabaikan fakta bahwa di tempat penemuan mayat korban, benda-benda sekitar bahkan tempat tidur atau kursi tidak ditemukan hangus sama sekali. Ini menunjukkan bahwa sumber api sepertinya berasal dari dalam tubuh korban, bukan dari luar.
Kejahatan Terencana
Dan akhirnya, inilah teori yang paling sederhana diantara yang paling sederhana. Teori ini mungkin diajukan oleh peneliti yang malas berpikir. Menurut mereka, kematian korban adalah akibat kejahatan. Tubuh mereka yang hangus adalah usaha dari sang penjahat untuk menghilangkan jejak. So Lame….teori ini mengabaikan begitu banyak fakta sehingga tidak pernah dilirik oleh para peneliti yang kredibel.